Jumat, 01 November 2019

MENGHITUNG TETESAN INFUS


Cairan infus dibagi kedalam dua jenis utama, yakni cairan resusitasi untuk menggantikan kehilangan cairan akut dan cairan rumatan (maintenance) untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Contoh cairan resusitasi adalah kristaloid (Asering, RL, Normal Saline) dan koloid (Albumin, Dextran, Gelatin, HES, Gelofusin). Sementara cairan rumatan dapat berupa elektrolit (KAEN) dan nutrisi (Aminofusin). 

Sebagai tenaga kesehatan kita tidak pernah tahu kapan dan berapa jumlah pasien yang akan datang ke rumah sakit, adakalnya pasien tiba-tiba menjadi banyak atau memang ada bencana alam kecelakaan lalu lintas dan semua tindakan harus dilakukan infus. Akan sangat menghambat jika kita lambat dalam menghitung tetesan infus dan yang paling penting adalah menjaga sirkulasi pasien tetap baik. Dalam situasi sibuk seperti gawat darurat kita tidak bisa lagi menghitung kebutuhan cairan manual dan sebagainya, maka dari itu tenaga medis khususnya perawat membutuhkan perhitungan cepat di luar kepala. 

Untuk itu saya coba merangkum sedikit pembahasan mengenai perhitungan tetesan infus. Sebelum masuk ke dalam rumus-rumus, kita harus mengetahui terlebih dahulu istilah-istilah yang sering digunakan dalam pemasangan infus (mungkin di setiap rumah sakit berbeda-beda) :
  • gtt = makro tetes
  • mgtt = mikro tetes
  • jumlah tetesan = banyaknya tetesan/menit
Rumus tetap tetesan infus :
  • 1 gtt = 3 mgtt
  • 1 cc = 20 gtt
  • 1 cc = 60 mgtt
  • 1 kolf = 1 labu = 500 cc
  • 1 cc = 1 ml
  • mgtt/menit = cc/jam
  • 1 kolf atau 500cc/24 jam = 7 gtt
  • 1 kolf atau 500cc/24 jam = 21 mgtt
Untuk lebih memahami, mari kita lihat rumus berikut dalam menghitung jumlah tetesan per menit dan jam. 

Rumus (menit) :

Jumlah tetesan per menit = Jumlah Kebutuhan Cairan x Faktor Tetesan / waktu (menit)


Rumus (jam) :

Jumlah tetesan per menit = Jumlah Kebutuhan Cairan x Faktor Tetesan / waktu (jam) x 60 menit

Ket : 
Faktor Tetesan Dewasa : terumo (20), otsuka (15)
Faktor Tetesan Anak : 60 

C/: 
Seorang pasien dewasa datang ke sebuah RS dan memerlukan penanganan segera cairan RL 1500cc. Cairan tersebut harus habis dalam waktu 200 menit. Berapa tetes per menit kah jumlah tetesan yang diperlukan? (terumo)

Jawaban:


Jumlah tetesan per menit = Jumlah Kebutuhan Cairan x Faktor Tetesan / waktu (menit)
                                         = 1000 x 20 / 200
                                         = 20000 / 200
                                         = 100tpm

Jadi, tetesan infus per menitnya adalah 100tpm untuk menghabiskan cairan dalam waktu 200 menit. 

C/:
Seorang pasien dewasa dilakukan pemasangan infus Rl 500cc per 8 jam. Berapa tetes per menit yang dibutuhkan untuk menghabiskan cairan dalam kurun waktu tersebut? (Otsuka)

Jawaban:
Jumlah tetesan per menit = Jumlah Kebutuhan Cairan x Faktor Tetesan / waktu (jam) x 60 menit
                                         = 500 x 15 / 8 x 60 menit
                                         = 7500 / 480
                                         = 15,625 dibulatkan menjadi 16tpm

Jadi, tetesan infus per menitnya adalah 16tpm untuk menghabiskan cairan dalam waktu 8 jam.

C/:
Seorang pasien dilakukan pemasangan infus RL500cc per 24 jam. Berapa tetes per menit yang dibutuhkan untuk menghabiskan cairan dalam kurun waktu tersebut? (Mikro)

Jawaban:
Jumlah tetesan per menit = Jumlah Kebutuhan Cairan x Faktor Tetesan / waktu (jam) x 60 menit
                                         = 500 x 60 / 24 x 60 menit
                                         = 30000 / 1440
                                         = 20,83 dibulatkan menjadi 21tpm

Jadi, tetesan infus per menitnya adalah 21tpm untuk menghabiskan cairan dalam waktu 24 jam.

Note: untuk pasien luka bakar perhitungan cairannya berbeda karena dihitung berdasarkan luas (%) luka bakarnya.


Selamat Berlatih Ners! 
Terimakasih.


Jumat, 06 September 2019

INTERPRETASI HASIL ANALISA GAS DARAH (AGD)


Analisa gas darah (AGD) merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting untuk mengukur kadar oksigen, karbondioksida, dan tingkat asam basa (pH) di dalam darah. Hasil ini mempunyai tujuan untuk mengetahui status oksigenasi pasien, status keseimbangan asam bas, fungsi paru dan status metabolisme pasien. Sampel untuk pemeriksaan analisa gas darah adalah darah arteri yang diambil dari arteri brachialisarteri radialis atau arteri femoralis

Analisa gas darah umumnya dilakukan untuk :
  1. Memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat sel darah merah mengalirkan oksigen dan karbon dioksida dari dan ke seluruh tubuh. 
  2. Memeriksa kondisi organ jantung dan ginjal, serta gejala yang disebabkan oleh gangguan distribusi oksigen, karbon dioksida atau kesimbangan pH di dalam darah. 
  3. Pada pasien penurunan kesadaran, gagal nafas, gangguan metabolik berat. 
  4. Tes ini juga dilakukan pada pasien yang sedang menggunakan alat bantu napas untuk memonitor efektivitasnya. 
Sebelum kita membaca hasil nilai dari pemeriksaan AGD, terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai normal.

Rentang nilai normal :
  • pH : 7,35 - 7,45
  • TCO2 : 23 -27 mmol/L
  • PCO2 : 35 - 45 mmHg
  • BE : 0 ± 2 mEq/L
  • PO2 : 80 - 100 mmHg
  • saturasi O2 : 95% / lebih
  • HCO3 : 22 - 26 mEq/L
Untuk melihat hasil nya kita hanya perlu melihat 3 indikator yaitu pH, PCO2 dan HCO3. Jika nilai pH turun maka asidosis, jika nilai pH naik maka alkalosis. Setelah kita mengetahui nilai pH, selanjutnya kita lihat pada nilai PCO2 (respiratorik) dan HCO3 (metabolik).

PCO2 menunjukkan adanya masalah pada pernapasan, jika nilai PCO2 turun maka alkalosis, jika nilai PCO2 naik maka asidosis. Sedangkan HCO3 menunjukkan  adanya masalah metabolik/ketoasidosis, jika nilai HCO3 turun maka asidosis, jika nilai HCO3 naik maka alkalosis

Untuk memudahkan kita bisa menggunakan rumus ROME :
Respiratorik 
Opposite
Methabolic 
Equal

Contoh 1 :
  1. pH = 7,28; PCO2 = 28,8; HCO3 = 11mEq/L
Uraian :
pH=7,28 artinya turun (asidosis).
PCO2=28,8 artinya turun (alkalosis respiratorik)
HCO3=11 artinya turun (asidosis metabolik)

Jika dikaitkan dengan rumus ROME artinya masalahnya adalah metabolik, karena menunjukkan hasil yang sejajar antara pH (turun) dengan HCO3 (turun) dan tidak ada yang berbanding terbalik. jadi dapat disimpulkan bahwa hasilnya adalah asidosis metabolik kompensasi sebagian alkalosis respiratorik

Darimana kita tahu bahwa hasil tersebut terkompensasi penuh, sebagian atau belum terkompensasi. Lihat tabel dibawah ini :

pH
PCO2
HCO3
INTERPRETASI

Turun
Turun
Normal

Normal
Turun
Turun

Turun
Turun
Turun
Asidosis Metabolik
- Belum kompensasi
- Kompensasi Sebagian
- Kompensasi penuh

Turun
Turun
Normal

Naik
Naik
Naik

Normal
Naik
Naik
Asidosis Respiratorik
- Belum kompensasi
- Kompensasi sebagian
- Kompensasi Penuh

Naik
Naik
Normal

Normal
Naik
Naik

Naik
Naik
Naik
Alkalosis Metabolik
- Belum kompensasi
- Kompensasi sebagian
- Kompensasi penuh

Naik
Naik
Normal

Turun
Turun
Turun

Normal
Turun
Turun
Alkalosis Respiratorik
- Belum kompensasi
- Kompensasi sebagian
- Kompensasi Penuh
Turun
Naik
Naik
Turun
Turun
Naik
- Mix asidosis
- Mix alkalosis

Contoh 2 :

pH = 7,31
PCO2 = 43
HCO3 = 21

Uraian :

pH turun (asidosis)
PCO2 normal
HCO3 turun (asidosis)
Karena nilai pH dan HCO3 menunjukkan asidosis, jadi mekanisme utamanya adalah asidosis metabolik. Dan karena nilai PCO2 nya normal jadi tidak ada indikasi sistem respiratorik yang terkompensasi

Contoh 3 :

pH = 7,32
PCO2 = 24
HCO3 = 12

Uraian :

pH turun (asidosis)
PCO2 turun (alkalosis)
HCO3 turun (asidosis)
Karena nilah pH dan HCO3 menunjukkan asidosis, jadi mekanisme utamanya adalah asidosis metabolik. Dan karena nilai PCO2 turun yang artinya menunjukkan alkalosis maka terjadi kompensasi, lalu lihat nilai pH nya, karena di soal nilai pH abnormal maka kompensasi sebagian. dapat disimpulkan bahwa masalahnya adalah asidosis metabolik terkompensasi sebagian oleh alkalosis respiratorik.

Untuk memudahkan memahaminya, penulis merangkum nya menjadi :

  1. pH normal, PCO2 dan HCO3 abnormal = kompensasi penuh.
  2. pH abnormal, PCO2 dan HCO3 abnormal = kompensasi sebagian.
  3. pH abnormal, antara PCO2 dan HCO3 terdapat yang normal = belum terkompensasi.
  4. pH abnormal, PCO2 dan HCO3 abnormal (berbanding terbalik) = mix asidosis/alkalosis

Selamat berlatih dan semoga bermanfaat :)
Terima Kasih

Sumber :
Mairina, SKM, M.Biomed & dr. Ruhaya Fitrina, SpS. (2018). “Kementrian Kesehatan RI”. Jakarta. Diakses dari http://www.yankes.kemkes.go.id/read-pemeriksaan-analisa-gas-darah-5708.html 

Manokharan, P. (2017). “ANALISIS GAS DARAH DAN APLIKASINYA DI KLINIK”. Bali: Universitas Udayana. Diakses dari https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ff76a052cc9d611d598a2b4380afb62c.pdf  

Afifah, Efy. “PEMERIKSAAN ASTRUP/ANALISA GAS DARAH”. Depok: FIK Universitas Indonesia. Diakses dari http://staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/agd.pdf




Kamis, 29 Agustus 2019

PENATALAKSANAAN TRAUMA DADA


Ketika kita mendengar tentang trauma dada, apa yang langsung tertanam dibenak kita? Sebuah kejadian yang menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan. Trauma dada merupakan penyebab utama kematian dari trauma. Biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, kejahatan kekerasan, dan terjatuh. Cedera dada dapat memiliki rentang dari ringan, seperti fraktur iga sederhana, hingga berat dan fatal. Cedera traumatis ke dada dapat melibatkan dinding dada dan struktur toraks yang menyertai, termasuk paru, jantung, pembuluh darah besar dan esofagus. Cedera dada dan paru dapat berasal dari beberapa mekanisme berbeda seperti trauma penetrasi (luka tikam atau luka tembak), trauma tumpul (kecelakaan bermotor, terjatuh) (LeMone, Priscilla., Karen M, Burke., & Gerene B, 2019).

Prinsip utama dalam memberikan pertolongan pada korban gawat adalah pertolongan pertama pada korban. Tujuan utamanya yaitu untuk menyelamatkan kehidupan, mencegah kesakitan makin parah dan meningkatkan pemulihan. Pengkajian awal (initial assessment) yang cepat dan tepat sangat diperlukan dalam penanganan pada kasus trauma dada. Penanganan berkelanjutan berfokus pada ABC (airway, breathing, circulation) untuk menjaga kepatenan jalan napas. Trauma pada dada melibatkan sistem kardiovaskuler dan respirasi, sehingga tujuan penatalaksanaan adalah cenderung mengatasi masalah yang ada pada sistem tersebut.

Anatomi Dada & Rongga Dada (Ulya, dkk, 2017) :


Rongga dada dimulai dari iga pertama yang terletak dibelakang klavikula sampai diafragma. Diafragma adalah struktur yang konstan bergerak. Terletak dari interkosta ke-4 (saat ekspirasi maksimum) sampai interkosta ke-10 (saat inspirasi maksimum). Dengan demikian, cedera pada area ini harus dipertimbangkan akan melukai rongga abdomen. Adanya trauma tajam di bawah puting susu kanan akan dapat melukai paru-paru, hepar, atau keduanya. Di dalam rongga dada terdapat jalan napas bawah (bronkus utama kanan kiri dan paru-paru), jantung, pembuluh darah besar dan esofagus. Rongga dada dibentuk oleh 12 pasang rusuk yang berfungsi untuk melindungi organ di dalamnya. Proses pernapasan merupakan proses yang melibatkan rongga dada dalam ekspansi dan relaksasi. Dalam proses tersebut, tulang iga dan diafragma akan bergerak sejalan, tetapi jika terjadi trauma proses tersebut akan terganggu. 

Ketika terjadi inspirasi, diafragma akan turun, otot interkosta akan menarik iga ke atas sehingga membuat tekanan negatif pada rongga dada. Dalam proses ini beberapa otot bantu napas seperti dinding abdomen, otot dada dan otot sternocleidomastoideus akan membantu. Paru-paru sangat berespon terhadap tekanan negatif yang menyebabkan udara bisa masuk ke paru-paru, ketika tekanan negatif hilang maka paru-paru akan kolaps.
Nerfus frenikus yaitu saraf yang mempersarafi diafragma untuk bernapas. Iritasi saraf ini karena darah atau substansi lain dapat menyebabkan hiccups atau nyeri yang menjalar ke bahu (kehr’s sign). Pada setiap tulang iga selalu disertai dengan saraf, arteri dan vena sehingga prosedur seperti needle thoracostomy atau pemasangan slang dada harus dilakukan dengan hati-hati. Tanda konstan dari dinding dada anterior adalah angle of louis pada sternum, yakni titik ini sebagai titik panduan dalam pemeriksaan dan penatalaksanaan. Untuk melakukan needle thoracostomy, letaknya pada ruang interkosta dua. Trauma dada sering menyebabkan hipoksia, gangguan sirkulasi, dan obstruksi pulmonal atau vaskular, maka semua cedera yang terjadi pada dada harus diasumsikan menyebabkan cedera serius sampai terbukti tidak ada cedera serius.

Klasifikasi Trauma Dada (Kurniati. A., Yanny T., & Siwi, Ikaristi.M.T, 2018) :
Trauma dada dapat dibedakan menjadi tiga yaitu trauma dada yang segera mengancam jiwa, trauma dada yang berpotensi mengancam jiwa, dan trauma dada yang tidak mengancam jiwa. Untuk lebih jelas silahkan lihat tabel di bawah.

Tabel 1.1 Kasifikasi Trauma Dada
Trauma Dada Yang Segera Mengancam Jiwa
Trauma Dada Yang Berpotensi Mengancam Jiwa
Trauma Dada Yang Tidak Mengancam Jiwa
Tension Pneumothorax
Disrupsi Aorta
Simple Pneumothorax
Open Pneumothorax
Kontusio Kardiak (trauma kardiak tumpul)
Fraktur Iga
Flail Chest
Kontusio Pulmonal
Fraktur Sternum
Hematothorax / Hemothorax Masif
Disrupsi Tracheobronchial
Fraktur Klavikula
Tamponade Jantung
Robekan Diafragma
Fraktur Skapula

Disrupsi Esofagus



Setiap kasus yang mengancam jiwa (gawat darurat) kembali kepada prinsip awal yaitu menyelamatkan kehidupan dan mencegah kecacatan pada korban. Prioritas tindakan pada pasien dengan trauma dada sama saja dengan trauma lainnya berfokus pada airway, breathing, circulation. Intervensi bergantung pada masalah yang muncul. 



Airway :
Pengkajian :
a. Apakah jalan napas paten terganggu?
Intervensi :
a. Buka jalan napas dengan teknik jaw thurst.
b. Bersihkan obstruksi jalan napas seperti muntahan, gigi, darah, lidah, sekret dan benda asing.
Breathing :
Pengkajian :
a. Kaji usaha bernapas (frekuensi, kedalaman, pola napas, penggunaan otot bantu pernapasan).

b. Pergerakan dada paradoksal atau tidak simetris (flail chest).

c. Adanya luka (open pneumothoraks)

d. Hiperekspansi (tension pneumothorax)

e. Adanya udara di subkutan (kerusakan pada trakea dan bronkial).

f. Suara napas tidak sama menunjukkan adanya kesalahan tempat pemasangan pipa ETT, pneumothorax, hemothorax, cedera paru, sumbatan benda asing. Suara tambahan seperti wheezing, stridor, cracklesI. Bising usus pada dada menunjukkan adanya ruptur diagragma.

Intervensi :

a. Berikan oksigen tambahan melalui NRM atau pipa ETT.

b. Bantu ventilasi menggunakan BVM, ventilator mekanik.

c. Tutup luka terbuka (open pneumothorax)

d. Masukkan chest tube (pneumothorax, hemothorax).
e. Ambil sampel darah arteri unuk AGD

Circulation :

Pengkajian :

a. Nadi: ada atau tidak, lemah, kuat, cepat, lambat.

b. Kulit: warna, suhu, kelembapan, pengisian kapiler.

c. Irama jantung, suara jantung (normal, murmur, menjauh, S3/S4).

d. Tekanan darah dan tekanan nadi di kedua ekstremitas atas (aortic disruption).

Intervensi :

a. Pasang infus dua jalur (14/16G)

b. Masukan cairan infus hangat, cairan kristaloid isotonik seperti RL atau normal saline.

c. Transfusi darah jika diperlukan.

d. Lakukan perikardiosintesis pada kasus tamponade jantung.

e. Lakukan kompresi dada jika henti jantung.

f. Lakukan torakotomi darurat dan kompresi internal pada jantung pada kasus penetrating trauma arrest


Disability :

Pengkajian :

a. Tingkat kesadaran.

b. Keluhan : nyeri, sesak, mati rasa

c. Trauma leher

d. Fungsi sensori dan motorik kasar

Intervensi :

a. Lakukan stabilisasi tulang belakang

b. Periksa radiografi tulang belakang

Selain pengkajian diatas, kita juga dapat melakukan pengkajian dan intervensi tambahan untuk mendukung penegakan diagnosa. Ini penting dilakukan agar penanganan lanjutan yang lebih optimal dan untuk mencegah kecacatan lebih parah.
Pengkajian Tambahan :

a. Mekanisme cedera dan kejadian pra-RS

b. Riwayat medis

c. Sumber luka di dada

d. Cedera mayor pada bagian tubuh lain

Intervensi Tambahan :

a. Lakukan radiografi dada

b. Periksa EKG 12lead

c. Pasang kateter urine dan monitor output

d. Pasang orogastric tube atau nasogastric tube untuk dekompresi lambung

e. Fasilitasi untuk pembedahan.



(Kasus Hematothorax dilakukan pemasangan WSD)

Pada kasus trauma dada yang mengancam jiwa ada beberapa temuan yang bersifat abnormal di dalam pengkajian. Untuk lebih jelas silahkan lihat tabel berikut :  

Tabel 1.2 Temuan Abnormal Pada Pengkajian Yang Berhubungan Dengan Trauma Dada Yang Mengancam Jiwa
Temuan Pengkajian
Kemungkinan Penyebab Injury
Pernapasan
Bunyi napas tidak simetris, ekspansi dada tidak simetris.
Pneumothorax
Hemothorax
Obstruksi benda asing
Slang ETT tidak pada tempatnya
Tension pneumothorax
Pergerakan dada paradoksal
Flail chest
Luka pada dinding dada
Luka dada terbuka (open “sucking” chest wound)
Udara subkutan
Disrupsi tracheobronchial
Auskultasi suara bowel / bising usus di dada
Ruptur diafragma
Sirkulasi
Tanda syok :
Perfusi kulit buruk
Perubahan tingkat kesadaran
Takikardi
Hipotensi
Pneumothorax masif
Tension pneumothorax
Disrupsi aorta
Tamponade kordis
Bunyi jantung melemah
Tamponade kordis
Distensi vena jugularis, tekanan vena sentral meningkat
Tamponade kordis
Tension pneumothorax
Perbedaan tekanan darah pada lengan
Transeksi aorta tidak komplet


Tabel 1.3 Intervensi Gawat Darurat Pada Trauma Dada Yang Mengancam Jiwa
Jenis Trauma Dada
Intervensi Gawat Darurat
Tension pneumothorax
Needle thoracosintesis
Open pneumothorax
Tutup dengan kassa 3 sisi
Flail chest
Plester fiksasi, berikan analgetik, intubasi
Hematothorax
Lakukan WSD
Tamponade jantung
Perikardiosintesis


Daftar Pustaka :

LeMone, Priscilla., Karen M, Burke., & Gerene B. (2019). “Keperawatan Medikal Bedah (Vol.4) - Edisi.5”. Jakarta: EGC
Ulya, Ikhda., Bintari, Ratih K., Dewi, Kartikawati.N., & Respati, S.D. (2017). “Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada Kasus Trauma”. Jakarta: Salemba Medika
Kurniati, Amelia., Yanny, Trisyani., & Siwi, Ikaristi, M.T. (2018). “Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy”. Singapore: Elsevier
Nurarif, Amin Huda., & Hardhi, Kusuma. (2016). “Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus (Jilid 2)”. Jogjakarta: Mediaction