Ketika kita mendengar tentang trauma dada, apa yang langsung tertanam dibenak kita? Sebuah kejadian yang menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan. Trauma dada merupakan penyebab utama kematian dari trauma. Biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, kejahatan kekerasan, dan terjatuh. Cedera dada dapat memiliki rentang dari ringan, seperti fraktur iga sederhana, hingga berat dan fatal. Cedera traumatis ke dada dapat melibatkan dinding dada dan struktur toraks yang menyertai, termasuk paru, jantung, pembuluh darah besar dan esofagus. Cedera dada dan paru dapat berasal dari beberapa mekanisme berbeda seperti trauma penetrasi (luka tikam atau luka tembak), trauma tumpul (kecelakaan bermotor, terjatuh)
Prinsip utama dalam
memberikan pertolongan pada korban gawat adalah pertolongan pertama pada
korban. Tujuan utamanya yaitu untuk menyelamatkan kehidupan, mencegah kesakitan
makin parah dan meningkatkan pemulihan. Pengkajian awal (initial assessment) yang cepat dan tepat sangat diperlukan dalam
penanganan pada kasus trauma dada. Penanganan berkelanjutan berfokus pada ABC (airway, breathing, circulation) untuk
menjaga kepatenan jalan napas. Trauma pada dada melibatkan sistem
kardiovaskuler dan respirasi, sehingga tujuan penatalaksanaan adalah cenderung
mengatasi masalah yang ada pada sistem tersebut.
Ketika terjadi
inspirasi, diafragma akan turun, otot interkosta akan menarik iga ke atas
sehingga membuat tekanan negatif pada rongga dada. Dalam proses ini beberapa
otot bantu napas seperti dinding abdomen, otot dada dan otot sternocleidomastoideus akan membantu. Paru-paru
sangat berespon terhadap tekanan negatif yang menyebabkan udara bisa masuk ke
paru-paru, ketika tekanan negatif hilang maka paru-paru akan kolaps.
Nerfus
frenikus yaitu saraf yang mempersarafi diafragma untuk bernapas. Iritasi saraf
ini karena darah atau substansi lain dapat menyebabkan hiccups atau nyeri yang menjalar ke bahu (kehr’s sign). Pada setiap tulang iga selalu disertai dengan saraf,
arteri dan vena sehingga prosedur seperti needle
thoracostomy atau pemasangan slang dada harus dilakukan dengan hati-hati. Tanda
konstan dari dinding dada anterior adalah angle
of louis pada sternum, yakni titik ini sebagai titik panduan dalam
pemeriksaan dan penatalaksanaan. Untuk melakukan needle thoracostomy, letaknya pada ruang interkosta dua. Trauma dada
sering menyebabkan hipoksia, gangguan sirkulasi, dan obstruksi pulmonal atau
vaskular, maka semua cedera yang terjadi pada dada harus diasumsikan
menyebabkan cedera serius sampai terbukti tidak ada cedera serius.
Klasifikasi
Trauma Dada (Kurniati. A., Yanny T., & Siwi, Ikaristi.M.T,
2018)
:
Trauma
dada dapat dibedakan menjadi tiga yaitu trauma dada yang segera mengancam jiwa,
trauma dada yang berpotensi mengancam jiwa, dan trauma dada yang tidak
mengancam jiwa. Untuk lebih jelas silahkan lihat tabel di bawah.
Tabel
1.1 Kasifikasi Trauma Dada
Trauma Dada
Yang Segera Mengancam Jiwa
|
Trauma Dada Yang
Berpotensi Mengancam Jiwa
|
Trauma Dada
Yang Tidak Mengancam Jiwa
|
Tension
Pneumothorax
|
Disrupsi
Aorta
|
Simple
Pneumothorax
|
Open
Pneumothorax
|
Kontusio
Kardiak (trauma kardiak tumpul)
|
Fraktur
Iga
|
Flail
Chest
|
Kontusio
Pulmonal
|
Fraktur
Sternum
|
Hematothorax
/ Hemothorax Masif
|
Disrupsi
Tracheobronchial
|
Fraktur
Klavikula
|
Tamponade
Jantung
|
Robekan
Diafragma
|
Fraktur
Skapula
|
Disrupsi
Esofagus
|
Setiap kasus yang mengancam jiwa (gawat darurat)
kembali kepada prinsip awal yaitu menyelamatkan kehidupan dan mencegah
kecacatan pada korban. Prioritas tindakan pada pasien dengan trauma dada sama
saja dengan trauma lainnya berfokus pada airway,
breathing, circulation. Intervensi bergantung pada masalah yang muncul.
Airway
:
Pengkajian
:
a. Apakah
jalan napas paten terganggu?
Intervensi
:
a. Buka
jalan napas dengan teknik jaw thurst.
b. Bersihkan
obstruksi jalan napas seperti muntahan, gigi, darah, lidah, sekret dan benda
asing.
Breathing :
Pengkajian
:
a. Kaji
usaha bernapas (frekuensi, kedalaman, pola napas, penggunaan otot bantu
pernapasan).
b. Pergerakan dada
paradoksal atau tidak simetris (flail
chest).
c. Adanya luka (open pneumothoraks)
d. Hiperekspansi (tension pneumothorax)
e. Adanya udara di
subkutan (kerusakan pada trakea dan bronkial).
f. Suara napas tidak sama
menunjukkan adanya kesalahan tempat pemasangan pipa ETT, pneumothorax,
hemothorax, cedera paru, sumbatan benda asing. Suara tambahan seperti wheezing, stridor, cracklesI. Bising usus
pada dada menunjukkan adanya ruptur diagragma.
Intervensi :
a. Berikan oksigen
tambahan melalui NRM atau pipa ETT.
b. Bantu ventilasi
menggunakan BVM, ventilator mekanik.
c. Tutup luka terbuka (open pneumothorax)
d. Masukkan chest tube (pneumothorax, hemothorax).
e. Ambil sampel darah
arteri unuk AGD
Circulation :
Pengkajian :
a. Nadi:
ada atau tidak, lemah, kuat, cepat, lambat.
b. Kulit:
warna, suhu, kelembapan, pengisian kapiler.
c. Irama
jantung, suara jantung (normal, murmur, menjauh, S3/S4).
d. Tekanan
darah dan tekanan nadi di kedua ekstremitas atas (aortic disruption).
Intervensi :
a. Pasang
infus dua jalur (14/16G)
b. Masukan
cairan infus hangat, cairan kristaloid isotonik seperti RL atau normal saline.
c. Transfusi
darah jika diperlukan.
d. Lakukan
perikardiosintesis pada kasus tamponade jantung.
e. Lakukan
kompresi dada jika henti jantung.
f. Lakukan
torakotomi darurat dan kompresi internal pada jantung pada kasus penetrating trauma arrest.
Disability :
Pengkajian :
a. Tingkat
kesadaran.
b. Keluhan
: nyeri, sesak, mati rasa
c. Trauma
leher
d. Fungsi
sensori dan motorik kasar
Intervensi :
a. Lakukan
stabilisasi tulang belakang
b. Periksa
radiografi tulang belakang
Selain pengkajian
diatas, kita juga dapat melakukan pengkajian dan intervensi tambahan untuk
mendukung penegakan diagnosa. Ini penting dilakukan agar penanganan lanjutan
yang lebih optimal dan untuk mencegah kecacatan lebih parah.
Pengkajian Tambahan :
a. Mekanisme
cedera dan kejadian pra-RS
b. Riwayat
medis
c. Sumber
luka di dada
d. Cedera
mayor pada bagian tubuh lain
Intervensi Tambahan :
a. Lakukan
radiografi dada
b. Periksa
EKG 12lead
c. Pasang
kateter urine dan monitor output
d. Pasang
orogastric tube atau nasogastric tube untuk dekompresi
lambung
e. Fasilitasi
untuk pembedahan.
(Kasus Hematothorax dilakukan pemasangan WSD)
Pada kasus trauma dada yang mengancam jiwa ada beberapa temuan yang bersifat abnormal di dalam pengkajian. Untuk lebih jelas silahkan lihat tabel berikut :
Tabel 1.2 Temuan Abnormal
Pada Pengkajian Yang Berhubungan Dengan Trauma Dada Yang Mengancam Jiwa
Temuan Pengkajian
|
Kemungkinan
Penyebab Injury
|
Pernapasan
|
|
Bunyi
napas tidak simetris, ekspansi dada tidak simetris.
|
Pneumothorax
Hemothorax
Obstruksi
benda asing
Slang
ETT tidak pada tempatnya
Tension
pneumothorax
|
Pergerakan
dada paradoksal
|
Flail chest
|
Luka
pada dinding dada
|
Luka
dada terbuka (open “sucking” chest
wound)
|
Udara
subkutan
|
Disrupsi
tracheobronchial
|
Auskultasi
suara bowel / bising usus di dada
|
Ruptur
diafragma
|
Sirkulasi
|
|
Tanda
syok :
Perfusi
kulit buruk
Perubahan
tingkat kesadaran
Takikardi
Hipotensi
|
Pneumothorax
masif
Tension
pneumothorax
Disrupsi
aorta
Tamponade
kordis
|
Bunyi
jantung melemah
|
Tamponade
kordis
|
Distensi
vena jugularis, tekanan vena sentral meningkat
|
Tamponade
kordis
Tension
pneumothorax
|
Perbedaan
tekanan darah pada lengan
|
Transeksi
aorta tidak komplet
|
Tabel 1.3 Intervensi
Gawat Darurat Pada Trauma Dada Yang Mengancam Jiwa
Jenis Trauma
Dada
|
Intervensi
Gawat Darurat
|
Tension
pneumothorax
|
Needle thoracosintesis
|
Open
pneumothorax
|
Tutup
dengan kassa 3 sisi
|
Flail
chest
|
Plester
fiksasi, berikan analgetik, intubasi
|
Hematothorax
|
Lakukan
WSD
|
Tamponade
jantung
|
Perikardiosintesis
|
Daftar Pustaka :
LeMone,
Priscilla., Karen M, Burke., & Gerene B. (2019). “Keperawatan Medikal Bedah (Vol.4) - Edisi.5”. Jakarta: EGC
Ulya,
Ikhda., Bintari, Ratih K., Dewi, Kartikawati.N., & Respati, S.D. (2017). “Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada
Kasus Trauma”. Jakarta: Salemba Medika
Kurniati,
Amelia., Yanny, Trisyani., & Siwi, Ikaristi, M.T. (2018). “Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy”.
Singapore: Elsevier
Nurarif,
Amin Huda., & Hardhi, Kusuma. (2016). “Asuhan
Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam
Berbagai Kasus (Jilid 2)”. Jogjakarta: Mediaction